Selasa, 25 Desember 2012

Cerpen karya sendiri


Menolong Sahabat

          Sudah seminggu, Reni tidak masuk sekolah. Teman-teman sekelasnya jadi bertanya-tanya. Ke mana Reni selama ini? Apakah dia sakit? Rasanya tidak. Reni adalah murid yang paling senang berolahraga. Badannya selalu tampak bugar dan sehat dibandingkan teman-temannya  yang lain.
          “ Tapi siapa tau Reni benar-benar sakit,” kata Yhona pagi itu, ketika seisi kelas riuh rendah membicarakan Reni yang tidak pernah masuk sekolah.
          “ Apakah ada surat dari orang tua Reni, Ghina?” tanya bu guru.
          “ Tidak ada, Bu. Keluarga Reni tidak ada yang menitipkan surat kepada saya,” jawab Ghina kepada bu guru.
          Ghina sang ketua kelas, adalah sahabat baik Reni. Mereka selalu duduk berdampingan semenjak kelas satu hingga kelas tiga SMA saat ini. Setiap pergi dan pulang sekolah, Reni dan Ghina selalu berjalan kaki bersama. Biasanya, pagi-pagi sekali Reni sudah menjemput Ghina ke rumahnya. Rumah mereka memang satu jurusan dan rumah Reni lah yang paling jauh. Tetapi, Reni tidak pernah terlambat ke sekolah. Dia malah memberi contoh yang baik kepada teman-temannya dengan selalu datang awal ke sekolah.
          “ Ibu ingin salah satu dari kalian menjenguk Reni. Tanyakan kenapa dia tidak masuk sekolah. Kalau memang dia sakit, kita harus menengoknya bersama, memberinya semangat agar dia lekas sembuh, mengerti?”
          “ Mengerti, Buuuu ...!” jawab anak-anak serempak dan penuh semangat.
          Malamnya, setelah mengulang pelajaran di sekolah, Ghina melamun sendiri dikamarnya. Dia masih memikirkan keadaaan Reni, sahabat baiknya.
          “ Kemana saja dia selama ini? Kenapa dia tidak pernah menceritakan keadaannya padaku? Apa dia tidak menganggap aku sebagai temannya lagi?” bermacam pertanyaan yang ada di pikiran Ghina.
          Ghina teringat terakhir kalinya Reni bermain di rumahnya. Reni lebih banyak termenung waktu itu. Dia tidak gembira seperti biasanya saat bermain dengan Ghina.
          “ Kenapa kamu, Ren?” tanya Ghina waktu itu.
          “ Tidak apa-apa,” jawab Reni datar.
          Beberapa kali Ghina mengajaknya menonton televisi, main, atau jajan. Tetapi, Reni tetap melamun saja sampai dia pamit pulang. Sejak hari itulah, Ghina tidak pernah bertemu Reni.
          “ Ah ... hari Minggu besok, aku harus ke rumah Reni,” Ghina membatin.
          Hari Minggu pagi, setelah sarapan dan pamit kepada orang tuanya, Ghina berangkat kerumah Reni. Tidak lupa, Ghina membawakan beberapa buah jeruk segar untuk Reni. Reni memang suka jeruk jika sedang bermain ke rumah Ghina. Dengan mengendarai sepeda, Reni memberanikan diri ke rumah Reni. Ghina memang tidak tahu di mana letak rumah Reni sahabatnya itu. Dulu, pernah beberapa kali Ghina meminta Reni mengajak bermain ke rumahnya. Tetapi, Reni selalu menolak halus. Entah mengapa. Setelah mengayuh sepeda cukup jauh, Ghina mulai khawatir. Jalan yang dilaluinya kini adalah jalan kecil yang belum diaspal. Berarti, ia harus memasuki perkampungan kecil. Akhirnya, Ghina memberanikan diri bertanya pada pemilik warung di pinggir jalan.
          “ Oh, Reni anaknya Pak Burhan? Adik terus saja ikuti jalan ini. Nah, rumahnya tepat di ujung jalan itu,” kata ibu pemilik warung menjelaskan.
          “ Tapi biasanya hari Minggu begini, Reni membantu ibunya di ladang. Coba saja ke sana dulu,” kata ibu itu lagi.
          “ Baik, Bu. Terima kasih,” kata Ghina. Ibu itu mengangguk ramah.
          Ghina menuruti petunjuk ibu pemilik warung itu. Dia mengayuh sepedanya menuju sebuah ladang. Benar saja. Di kejauhan, tampak Reni sedang membantu ibunya memanen singkong. Dia terlihat sangat kelelahan, dari jauh nampak dia sedang menyeka keringatnya. Tetapi, Reni tetap bercengkrama sambil tertawa dengan ibunya.
          “ Ren, ... Reni!” teriak Ghina dari pinggir ladang.
          Reni menoleh ke arah suara itu. Dia terkejut melihat Ghina yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Sambil berteriak-teriak kegirangan, Reni berlari ke pinggir ladang menghampiri Ghina.
          “ Ghina ..., apa kabar, Na?” tanya Reni dengan napas tersengal-sengal.
          Ghina tertawa melihat Reni, sahabat baiknya yang kecapekan. Lalu, Ghina diajak Reni ke rumahnya.
          “ Beginilah rumahku, Na,” kata Reni sambil meletakkan teko di atas meja kayu.
          Ibu Reni menyambutnya dengan ramah. Dia senang sekali menerima jeruk pemberian Ghina. Sampai-sampai Ghina jadi malu sendiri. Rumah Reni memang sederhana sekali. Dindingnya dari kayu. Lantainya pun hanya beralaskan tanah. Ghina sedih membayangkan ketika mengajak Reni bermain di rumahnya tempo hari.
          “ Bu guru dan teman-teman menanyakan kabarmu, Ren. Ke mana saja kamu selama ini? Kamu mulai membolos, ya? Kamu kan tidak sakit?” tanya Ghina memandang Reni.
          “ Aku tidak pernah berniat membolos sekolah, Na. Tapi aku malu ...,” kata Reni pelan.
          “ Kenapa?” selidik Ghina cepat.
          “ Aku tidak punya uang untuk membayar sekolah, Na. Kamu sendiri tahu kan, aku sering tidak jajan ataupun membawa uang. Ibuku belum memiliki uang karena belum diberi upah oleh pemilik ladang,” jawab Reni dengan nada sedikit lirih.
          “ Selain itu, bajuku robek lagi, Na. Baju itu sudah banyak tambalan nya Na, aku malu jika dilihat dan diejek teman-teman. Bapakku berjanji dalam beberapa hari ini akan membelikan baju sekolah yang baru. Tetapi, uang hasil kerjanya sebagai buruh harian hanya cukup untuk kami sekeluarga makan.” kata Reni menceritakan sambil menunjukkan baju sekolahnya.
          Reni menunduk ketika menceritakan hal tersebut. Ghina sedih mendengarnya. Tetapi, untunglah Ghina anak yang pintar dan baik hati.
          “ Oh, jadi itu alasanmu tidak masuk sekolah beberapa hari ini? Itu juga yang kamu lamunkan di rumahku waktu itu, ya?” tanya Ghina setengah bercanda. Reni keheranan melihat sikap Ghina yang santai.
          “ Kenapa kamu tidak bilang dari dulu? Baju sekolahku di rumah, kan banyak. Kamu bisa ambil bebrapa potong. Dan soal uang sekolahmu, aku akan bicara pada ayahku tentang ini. Dia pasti akan membantu sahabat baikku. Kita sahabat baik, ya, kan? Nah, sahabat yang baik harus saling membantu jika teman dalam kesulitan.” kata Ghina bijak sambil memeluk Reni.
          Reni tersenyum. Dia tidak menyangka Ghina akan berbaik hati memberikan bantuan padanya.
          “ Ayo, sekarang kita berangkat ke rumahku. Kamu bisa pilih baju yang cocok buatmu. Aku tidak akan menceritakan hal ini paa teman-teman. Ini rahasia kita, oke!” Ghina bangkit dari kursi dan menarik tangan Reni.
          Setelah berpamitan pada ibu Reni, kedua anak itu bersepeda beriringan menuju rumah Ghina. Mereka bersepeda dengan gembira sekali. Ghina senang bisa membantu Reni, sahabat baiknya yang sedang kesusahan. Reni pun lega, besok dia bisa sekolah seperti biasanya berkat bantuan Ghina. Perjalanan jauh yang mereka tempuh pun jadi tidak terasa lagi.

1 komentar:

  1. Luckyland Casino and Resort - M Resort Spa, Wilkes Barre
    Find out more 부천 출장샵 about Luckyland 양산 출장샵 Casino and Resort, including upcoming events 통영 출장샵 and upcoming concerts.Jan 7, 의왕 출장마사지 2022Randy HouserFeb 2, 안산 출장안마 2022Gladys Knight

    BalasHapus